MOEHAMMAD IRFAN MAULANA

Minggu, 24 Agustus 2014

KUIL YASUKUNI

Kuil Yasukuni (靖國神社 Yasukuni Jinja; "kuil bangsa damai"?) adalah sebuah kuil Shinto di ChiyodaTokyoJepang. Kuil ini dibangun oleh Kaisar Meiji untuk mengenang orang yang meninggal dunia untuk Kekaisaran Jepang semasa Restorasi Meiji.[1] "Buku Jiwa" milik kuil ini mendaftar nama-nama, tempat lahir, dan tempat kematian 2.466.532 pria, wanita, dan anak-anak, mulai dari Perang Boshin 1867 hingga Perang Dunia II.[2]
Kuil utama (honden) Yasukuni hanya mendaftar nama-nama orang yang meninggal ketika berdinas untuk Kekaisaran Jepang. Kuil Chinreisha Yasukuni didirikan untuk mengenang orang yang berperang melawan Kekaisaran Jepang dan siapa saja yang meninggal dunia dalam perang, termasuk prajurit-prajurit Jepang dari Keshogunan Tokugawa dan Republik Ezo, termasuk tentara yang mewakili kekuatan militer asing seperti dari InggrisAmerika SerikatCinaKorea, dan Asia Tenggara.
Kuil utama (honden) dibuat untuk mengenang semua orang yang meninggal dunia untuk kekaisaran, dan tidak dibatasi hanya untuk tentara, melainkan juga mencatat nama-nama pekerja sosial, pekerja pabrik, serta warga negara sipil nonetnis Jepang, seperti orang Taiwan dan orang Korea yang bekerja untuk Jepang. Di kuil ini juga terdapat patung peringatan untuk hewan-hewan yang mati dalam perang dan ibu-ibu tunggal yang harus membesarkan anak-anak tanpa suami sebagai korban perang. Di kuil utama juga terdapat perpustakaan/arsip yang mengumpulkan informasi tentang setiap orang yang namanya diabadikan di kuil ini, dan sebuah museum perang konservatif. Penyebab kontroversi Kuil Yasukuni adalah pemakaian kuil ini sebagai tempat persemayaman arwah sejumlah penjahat perang dari Perang Dunia II. Kuil ini mencatat semua nama tanpa prasangka. Semua orang dianggap sederajat tanpa memandang status sosial, jasa-jasa mereka semasa hidup, atau faktor-faktor lainnya.[3] Satu-satunya persyaratan untuk dapat diabadikan di kuil ini adalah meninggal dunia untuk Kekaisaran Jepang. Pemilik kuil merasa tidak ada alasan untuk tidak memasukkan orang-orang yang dihukum karena kejahatan mereka.[4] Ikut dimasukkannya nama-nama mereka menyebabkan ketegangan politik, terutama dengan RRT dan Korea Selatan yang berpendapat Jepang telah mengingkari semua kesalahannya semasa Perang Dunia II. Pendukung Kuil Yasukuni berpendapat bahwa menolak memasukkan arwah penjahat perang ke dalam kuil ini berarti tidak mengakui masa dinas mereka untuk Kekaisaran Jepang, sekaligus mengingkari keberadaan mereka dan mengingkari mereka telah berbuat kejahatan atas nama Kaisar Jepang. Kontroversi Kuil Yasukuni terus berlanjut tidak hanya setiap kali politikus Jepang datang berkunjung ke Kuil Yasukuni, melainkan juga ketika politikus non-Jepang datang berkunjung, termasuk Lee Teng-hui yang memiliki kakak yang arwahnya disemayamkan di honden Kuil Yasukuni.[5] Politikus sayap kiri memandang kuil ini sebagai simbol imperialisme Jepang. Sebaliknya, politikus sayap kanan menganggap kuil ini sebagai simbol patriotisme.[6]
Kuil ini juga mengabadikan arwah 14 orang yang dinyatakan sebagai penjahat perang Kelas A setelah Perang Dunia II.

0 komentar:

Posting Komentar