Perang Padri
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perang Padri | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Perang Padri | |||||||||
| |||||||||
Pihak yang terlibat | |||||||||
Perang 1803–1821: Kaum Adat Perang 1821–1833: Kaum Adat Belanda Perang 1833–1838: Belanda | Kaum Padri Kaum Padri Kaum Padri Kaum Adat | ||||||||
Komandan | |||||||||
Rajo Alam* Mayor Jendral Cochius Kolonel Stuers Letnan Kolonel Raaff* Letnan Kolonel Elout Letnan Kolonel Krieger Letnan Kolonel Bauer* Letnan Kolonel Michiels Mayor Laemlin* Mayor Prager Mayor du Bus* Kapten Poland Kapten Lange | Tuanku Nan Renceh* Tuanku Pasaman* Tuanku Imam Bonjol Tuanku Rao* Tuanku Tambusai | ||||||||
* Meninggal dunia dalam rentang waktu peperangan |
Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di Sumatera Barat dan sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803 hingga 1838.[1] Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya akibat pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan melawan penjajahan.
Perang Padri dimulai dengan munculnya pertentangan sekelompok ulama yang dijuluki sebagai Kaum Padri terhadap kebiasaan-kebiasaan yang marak dilakukan oleh kalangan masyarakat yang disebut Kaum Adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya. Kebiasaan yang dimaksud seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat, minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal agama Islam.[2] Tidak adanya kesepakatan dari Kaum Adat yang padahal telah memeluk Islam untuk meninggalkan kebiasaan tersebut memicu kemarahan Kaum Padri, sehingga pecahlah peperangan pada tahun 1803.
Hingga tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai perang saudara yang melibatkan sesama Minang dan Mandailing. Dalam peperangan ini, Kaum Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan sedangkan Kaum Adat dipimpinan oleh Yang Dipertuan Pagaruyung waktu itu Sultan Arifin Muningsyah. Kaum Adat yang mulai terdesak, meminta bantuan kepadaBelanda pada tahun 1821. Namun keterlibatan Belanda ini justru memperumit keadaan, sehingga sejak tahun 1833 Kaum Adat berbalik melawan Belanda dan bergabung bersama Kaum Padri, walaupun pada akhirnya peperangan ini dapat dimenangkan Belanda.
Perang Padri termasuk peperangan dengan rentang waktu yang cukup panjang, menguras harta dan mengorbankan jiwa raga. Perang ini selain meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Pagaruyung, juga berdampak merosotnya perekonomian masyarakat sekitarnya dan memunculkan perpindahan masyarakat dari kawasan konflik.
0 komentar:
Posting Komentar