Perang Aceh
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perang Aceh | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Panglima besar angkatan perang Belanda, Jenderal J.H.R. Kohler tewas ditembak oleh penembak jitu Aceh pada tahun 1873 | |||||||
| |||||||
Pihak yang terlibat | |||||||
Belanda | Kesultanan Aceh, Mujahidin Aceh | ||||||
Komandan | |||||||
J.H. Köhler - † Van Heutsz | Sultan Mahmudsyah Tuanku Hasyim Banta Muda Habib Abdoe'r Rahman Alzahier Panglima Polem Sultan Muhammad Daud Syah Teuku Umar Teungku Chik di Tiro | ||||||
Kekuatan | |||||||
50.000 Tentara Eropa 100.000 Tentara KNIL (5.000 orang bugis, 10.000 Madura, 50.000 orang Jawa) Pasukan elitMaréchaussée | 200.000+ mujahidin Aceh | ||||||
Korban | |||||||
100.000+ tewas | 60-70.000 tewas 100.000 penduduk sipil tewas (pembantaian Belanda) |
Perang Aceh–Belanda atau disingkat Perang Aceh adalah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai pada 1873hingga 1904. Kesultanan Aceh menyerah pada januari 1904, tapi perlawanan rakyat Aceh dengan perang gerilya terus berlanjut.
Pada tanggal 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinanJohan Harmen Rudolf Köhler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman. Köhler saat itu membawa 3.198 tentara. Sebanyak 168 di antaranya para perwira
Daftar isi
[sembunyikan]Latar belakang[sunting | sunting sumber]
Akibat dari Perjanjian Siak 1858, Sultan Ismail menyerahkan wilayah Deli, Langkat,Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh. Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh. Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.
Dengan dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan. DitandatanganinyaPerjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.
0 komentar:
Posting Komentar